Jumat, 23 Desember 2011

Ar-Rahman ‘Alal ‘Arsy Istawa


Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Jamîl Zainû
Sungguh banyak sekali ayat, hadits, serta ucapan ulama salaf yang menegaskan tentang ketinggian Allah.
1. Allah berfirman,
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nyalah perkataan-perkataan yang baik naik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (Al-Faathir: 10)
2. Allah berfirman,
ذِى الْمَعَارِجِ تَعْرُجُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ
“Yang mempunyai tempat-tempat naik. malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada-Nya.” (Al-Ma’aarij: 3-4)
3. Allah berfirman,
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى
“Sucikanlah Nama Rabb-mu Yang Maha Tinggi.” (Al-A’la: 1)
4. Di dalam Kitab At-Tauhid, Imam Al-Bukhari menukil dari Abu ‘Aaliyah dan Mujahid tentang tafsir istawa, yaitu ‘ala wartafa’a (berada di atas, tinggi).
5. Allah berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Allah) Yang Maha Pemurah, ber-istiwa di atas ‘Arsy.” (Thaaha: 5)1
Maksudnya, tinggi sebagaimana yang diterangkan di dalam Tafsir Ath-Thabari.
6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah pada hari Arafah, saat haji wada’, dan bersabda,
أَلاَ هَل بَلِغْتُ؟ قَالُوْا نَعَمْ، يَرْفَعُ أَصْبَعَهُ إِلىَ السَّمَاءِ وَيُنَكِّبُهَا إِلَيْهِمْ وَيَقَوُلُ: “اَللَّهُمَّ اشْهَدْ.”
“Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan?” Mereka menjawab, “Ya, benar”. Lalu beliau mengangkat (menunjuk) dengan jari-jarinya ke atas, selanjutnya beliau mengarahkan jari-jarinya ke arah manusia (para sahabat) seraya bersabda, “Ya Allah, saksikanlah.” (HR. Muslim)
7. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ إِنَّ رَحْمَتِيْ سَبَقَتْ غَضَبِيْ فَهُوَ مَكْتُوْبٌ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ
“Sesungguhnya Allah telah menulis suatu kitab (tulisan) sebelum Ia mencipatakan para makhluk (berupa), sesungguhnya rahmat-Ku men-dahului murka-Ku, tertulis di sisi-Nya di atas ‘Arsy.” (HR. Al-Bukhari)
8. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَلاَّ تَأْمَنُوْنِيْ وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِي السَّمَاءِ؟ يَأْتِيْنِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءَ
“Apakah engkau tidak percaya kepadaku, padahal aku adalah kepercayaan Dzat yang ada di langit? Setiap pagi dan sore hari datang kepadaku kabar dari langit.” (Muttafaqun ‘Alaih)
9. Al-Auza’i berkata, “Kami bersama para tabi’in berpendapat, ‘Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia sebutan-Nya berada di atas ‘Arsy, dan kami beriman pada sifat-sifat-Nya sebagaimana yang warid (datang) dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam’.” (HR. Al-Baihaqi dengan sanad sahih) Lihat Fathul Bari.
10. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, di atas langit. Ia mendekati makhluk-Nya sekehendak-Nya dan Allah turun ke langit dunia dengan sekehendak-Nya.” (Dikeluarkan oleh Al-Hakawi di dalam kitab Aqidah Asy-Syafi’i).
11. Imam Abu Hanifah berkata, “Barangsiapa mengatakan, ‘Aku tidak mengetahui apakah Rabbku berada di langit atau dibumi?’ maka dia telah kafir.” Sebab Allah berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah, Yang tinggi di atas Arsy.” (Thaha: 5)
‘Arsy Allah berada di atas tujuh langit. Jika seseorang berkata bahwasanya Allah berada di atas ‘Arsy, tetapi ia berkata, “Aku tidak tahu apakah ‘Arsy itu berada di atas langit atau di bumi?” Maka dia telah kafir. Sebab dia mengingkari bahwa ‘Arsy berada di atas langit. Barangsiapa mengingkari bahwa ‘Arsy berada di atas langit, maka dia telah kafir, karena sesungguhnya Allah adalah paling tinggi di atas segala sesuatu yang tinggi. Dia dimohon dari tempat yang tertinggi, bukan dari tempat yang paling bawah.
12. Imam Malik ditanya tentang cara istiwa’ (tingginya Allah) di atas ‘Arsy-Nya, ia lalu menjawab, “Istiwa’ itu perkara yang telah diketahui, sedang cara (penggambarannya) tidak diketahui, beriman dengannya adalah wajib, dan pertanyaan tentangnya adalah bid’ah (maksudnya, tentang penggambarannya). Usirlah tukang bid’ah ini.”
13. Tidak boleh menafsirkan istiwa’ (bersemayam di atas) dengan istawla (menguasai), karena keterangan seperti itu tidak didapatkan dalam riwayat orang-orang salaf. Metode orang-orang salaf adalah lebih selamat, lebih ilmiah dan lebih bijaksana.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang Yahudi agar mengatakan hiththatun (bebaskanlah kami dari dosa), tetapi mereka mengatakan hinthatun (biji gandum) dengan niat membelokkan dan menyelewengkannya.
Dan Allah memberitakan kepada kita bahwa Dia ‘Alal ‘Arsy istawa (tinggi di atas ‘Arsy), tetapi para tukang takwil mengatakan istawlaa (menguasai).
Perhatikanlah, betapa persis penambahan “lam” yang mereka lakukan istawaa menjadi istawlaa dengan penambahan ‘nun’ yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi “hiththatun” menjadi “hinthatun” nukilan Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyah).
Footnote:
1 Di dalam Al-Qur’ân terdapat tujuh kali pengulangan tentang tingginya Allah di atas ‘Arsy. Ini menunjukkan betapa pentingnya perkara ini.
(Sumber: منهاج الفرقة الناجية والطائفة المنصورة karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, edisi Indonesia: Manhâj Al-Firqah Nâjiyah (Jalan Golongan yang Selamat dan Kelompok yang Ditolong), hal. 35-38, penerjemah: Abu Umar Al-Bankawi, muraja’ah: Al-Ustadz ‘Ali Basuki, penerbit: Penerbit Al-Ilmu Yogyakarta. Dinukil untuk http://akhwat.web.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar