Jumat, 23 Desember 2011

Perkataan Para Ulama Tentang Keberadaan Allah


Berikut ini nukilan beberapa Imam Ahlus Sunnah dalam masalah ini :
a.   Dari sahabat:
Berkata Abu Bakar Ash-Shiddiq : “Wahai manusia jika Muhammad adalah Ilah (sembahan) yang kalian sembah maka sungguh Muhammad telah meninggal. Akan tetapi jika Ilah kalian adalah Allah Yang di langit maka Ilah kalian tidak mati kemudian beliau membaca ayat :
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali ‘Imran : 144)
Lihat : Ar-Rodd ‘Alal Jamhiah hal. 44-45 no. 78 dan berkata Az-Dzahaby di kitab Al-‘Uluw hal. 62 ini hadits shohih.
Perkataan para sahabat seluruhnya : Berkata Adi bin ‘Umairohradhiyallahu ‘anhu : “Saya keluar hijrah kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kemudian ia menyebutkan kisah yang panjang kemudian dalam kisahnya itu dia mengatakan : “Maka tiba-tiba beliau dan yang bersamanya (para shahabat), mereka bersujud di atas wajah-wajah mereka, dan mereka yakin bahwa Ilah mareka di atas langit maka sayapun masuk Islam dan mengikuti beliau”. (Ijtimaul Juyusy : 90)

b.   Dari Tabi’in :
Berkata Al-Auza’iy : “Kami berkata sedangkan para Tabi’in masih banyak tersebar : “Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi Penyebutan-Nya berada di atas ‘Arsy-Nya dan kami beriman terhadap apa yang datang dari sunnah berupa sifat-sifat-Nya”. (Al-Uluw hal. 102, Ijtima‘ hal. 96, Fathul Bary 12/4-6 dan Al-Asma` Wash shifakarya Al-Baihaqy 2/150)

c.   Perkataan Imam Empat :
Berkata Abu Hanifah :
“Siapa yang mengatakan : Saya tidak mengetahui Rabbku apakah Dia di langit atau di bumi, maka dia kafir, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Rabb) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy.”(QS. Thoha : 5)
dan Arsy-Nya di atas tujuh langit”. Maka Abu Muti’ Al-Hakam bin Abdillah Al-Balkhy mengatakan kepada beliau : “(Bagaimana hukumnya) Apabila ada yang mengatakan bahwa Allah di atas Arsy istiwa` akan tetapi dia mengatakan bahwasanya saya tidak mengetahui apakah Arsy itu di langit atau di bumi ?”, beliau mengatakan : “Dia kafir sebab ia mengingkari akan keberadaannya di atas langit, karena sesungguhnya Allah Ta’alaberada di atas tempat yang paling tinggi dan Dia dimintai (do’a) dari atas dan bukan dari bawah”. (Lihat : Al-Fiqhul Akbar riwayat Abu Muthi’ hal. 40-44, Al-‘Uluw hal. 101-102 dan Mukhtashor Al-‘Uluw hal. 126)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah setelah membawakan atsar ini : “Pada perkataan Abu Hanifah -di sisi para shahabatnya- yang masyhur ini (terkandung pengertian) bahwa ia mengkafirkan orang yang tawaqquf (tidak menentukan sikap) yaitu orang yang mengatakan : “Saya tidak mengetahui Rabbku apakah di langit atau di bumi”, maka bagaimanalagi (hukumnya) terhadap oyang yang menentang yang menafikannya (menolak Allah ada di atas langit) dan mengatakan : “(Allah) tidak ada di atas langit atau (dia mengatakan bahwa Allah) tidak ada di bumi dan tidak pula ada di atas langit???”, (Beliau) berhujjah atas kekafirannya dengan firman Allah :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Rabb) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy.”(QS. Thoha : 5)
beliau berkata : “Dan Arsy-Nya di atas tujuh langitNya”.”
Perkataan Imam Malik bin Anas :
Dari Yahya bin Yahya, beliau berkata : “Ketika kami berada di sisi Malik bin Anas maka datang seorang laki-laki kemudian dia mengatakan : “Wahai Abu ‘Abdillah (kunyah Imam Malik)
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Rabb) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy.”(QS. Thoha : 5)
bagaimana istiwa` ?”. Maka Imam Malik menundukan kepalanya sampai beliau bercucuran keringat kemudian beliau mengatakan : “Istiwa` itu dipahami, kaifiyatnya (bagaimananya) tidak diketahui sedangkan beriman dengannya wajib dan bertanya tentangnya adalah bid’ah, dan saya tidak melihatmu kecuali seorangmubtadi’.”. Maka Imam Malik memerintahkan agar orang itu dikeluarkan.” Lihat : Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah 2/398, Al-Asma` wa Ash-Shifakarya Al-Baihaqy 2/150-151, Ar-Rod ‘Alal Jahmiyah karya Ad-Darimy hal. 33 dan Al-‘Uluhal. 102 dan selainnya.
Berkata Imam Syafi’iy :
Perkara dalam sunnah yang saya berada diatasnya dan yang saya melihat sahabat-sahabat kami yaitu para ahli hadits yang saya lihat dan saya mengambil (hadits) dari mereka seperti : Sufyan dan Malik dan selain keduanya (yaitu) : Berikrar dengan syahadat bahwa tidak ada Ilah yang berhak di sembah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah dan bahwa Allah berada di atas Arsy-Nya di atas langit, mendekat kepada hamba-Nya sesuai kehendak-Nya dan bahwa Allah turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya. (Ijtima`ul Juyusy hal. 122 danMukhtasur ‘Uluw hal. 176)
Adapun Imam Ahmad maka beliau ini dikenal dan tersohor dalam membela madzhab yang haq ini, bahkan beliau mengarang suatu kitab yang agung (yaitu) Ar-Rodd ‘Alal Jahmiyah waz-Zanadiqoh.
Perkataan Abul Hasan Al-Asy’ary rahimahullah[1] dalam kitabnya Ikhtilaful Mushollin wa Maqalatul Islamiyyin hal. 16 : “…Perkataan Ahlus Sunnah dan Ashabul hadits secara ringkas adalah Pengikraran terhadap Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan apa-apa yang datang dari Allah dan apa-apa yang diriwayatkan Ats-Tsiqot (rawi-rawi terpercaya) dari Rasulullah, mereka tidak menolak sedikitpun dari hal tersebut bahwa Allah itu Satu, Esa, Sendiri, Maha Tegak, tidak ada Ilahyang berhak disembah selain Dia …, dan bahwa Allah di atas Arsy-Nya sebagaimana firman-Nya Ta’ala :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Rabb) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy.”(QS. Thoha : 5)”
(Lihat juga Ikhtilaf Ahlil Qiblat fil ‘Arsy hal. 211 dan Al-Ibanah Fii Usulid Diyanah).

Hukum Bagi Yang Mengingkari Sifat Al-‘Uluw dan Istiwa
Telah berlalu sebagian ucapan para Imam tentang hal ini. Dan berikut ini beberapa tambahan dari ucapan para ‘ulama Ahlus Sunnah :
@      Berkata Ibnu Khuzaimah rahimahullah : “Siapa yang tidak mengatakan bahwa Allah itu berada di atas langit-langit-Nya tinggi dan menetap di atas Arsy-Nya berpisah dari makhluk-Nya maka wajib dimintai tobat apabila dia bertobat maka diterima kalau tidak maka dipenggal lehernya kemudian dilemparkan ke tempat sampah agar manusia tidak terganggu dengan baunya”. (Disebutkan oleh Al-Hakim dalam Ma’rifatil ‘Ulumul Hadits hal. 152 dan Mukhtashor  ‘Uluw hal. 225).
@      Perkataan Imam ‘Abdurrahman bin Mahdy, sesungguhnya beliau berkata : “Tidak ada pengikut hawa nafsu yang lebih jelek dari pengikut Jahm (Jahmiyah) yang menyatakan bahwa tidak ada di atas langit sesuatu apapun, saya berpendapat –demi Allah-, mereka ini tidak boleh dinikahi dan tidak boleh diwarisi”. Lihat As-Sunnah karya Imam ‘Abdullah bin Ahmad 1/120, Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah 1/220 dan lain-lainnya.
@      Dan ‘Abdurrahman bin Abi Hatim meriwayatkan -dalam kitab Ar-Rodd ‘Alal Jahmiyah- dari ‘Abdurrahman bin Mahdy bahwa beliau berkata : “Pengikut Jahm mengatakan : “Sesungguhnya Allah tidak mengajak bicara Nabi Musa”, dan mereka mengatakan : “Tidak ada di atas langit sesuatu apapun dan bahwa Allah tidak berada di atas Arsy”. Saya berpendapat mereka harus diminta bertobat, kalau mereka bertobat (maka itu yang diharapkan) dan bila tidak maka mereka harus dibunuh”. Lihat Al-Asma` wa Ash-Shifa1/286, Al-’Uluhal. 118,Ijtima‘ul Juyusy hal. 264 dan selainnya.
@      Dan dari Al-Ashma’iy dia berkata : Istri Jahm datang lalu singgah di tempat tukang samak maka berkatalah seorang lelaki disampingnya : “Allah berada di atas Arsy-Nya, maka dia (istri Jahm) berkata : “keterbatasan di atas keterbatasan”. Maka berkata Al-Ashma’iy : “Dia (istri Jahm) kafir dengan perkataan seperti ini”. Lihat Al-‘Uluhal. 118 dan Mukhtashor Al-’Uluwhal. 270.
@      Dan Imam Ad-Darimy dalam kitabnya Ar-Rodd ‘Alal Jahmiyah membuat bab khusus (dengan judul) Bab Argumen Tentang Pengkafiran Jahmiyah, dan didalamnya (beliau mengatakan) : “…  dan kita mengkafirkan mereka juga karena mereka tidak tahu dimana Allah, tidak mensifati Allah dengan “dimana” padahal Allah telah mensifatkan dirinya dengan “dimana” dan Ar-Rasul shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallamjuga mensifatkan Allah dengannya, maka Allah berfirman :
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ
“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya.”(QS. Al-An’am : 18)
إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
“Sesungguhnya Aku akan mengambilmu[2] dan mengangkat kamu kepada-Ku”. (QS. Ali ‘Imran : 55).
يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka”. (QS. An-Nahl : 50)
أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?,”.(QS. Al-Mulk : 16)
dan ayat-ayat yang semisalnya, maka ini semua adalah pensifatan dengan “dimana”. Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mensifati (Allah) dengan “dimana” tatkala beliau bertanya kepada budak wanita yang hitam : “Dimana Allah ?”,  dia menjawab : “Di atas langit”, beliau berkata : “Siapa saya ?”, dia menjawab : “Engkau adalah Rasulullah”, beliau lalu berkata :“Bebaskan dia karena dia adalah seorang wanita yang beriman”. Dan Jahmiyah dikafirkan dengan hal ini dan ini juga termasuk dari kekufuran mereka yang jelas”.
Dan beliau berkata : “Dan mereka (Jahmiyah) juga mengarahkan ibadah mereka kepada Ilah yang berada di bawah bumi yang paling bawah dan di atas permukaan bumi yang paling atas, di bawah langit yang ketujuh yang paling tinggi. Padahal sembahannya orang-orang yang shalat dari kalangan kaum mukminin yang mereka mengarahkan ibadah mereka kepada-Nya adalah Ar-Rahman yang berada di atas langit yang tujuh yang paling tinggi dan Dia Tinggi dan Menetap atas Arsy-Nya yang maha besar dan hanya milik-Nya nama-nama yang Husna (indah), Maha Berkah dan Tinggi nama-Nya. Maka kekafiran yang mana yang lebih jelas daripada apa yang kami hikayatkan dari mereka (Jahmiyah) selain dari (kekafiran) madzhab mereka”. Lihat Ar-Rodd ‘alal Jahmiyah hal. 202-203.

[1] Beliau ini telah di zholimi dengan kezholiman yang melampaui batas sehingga di nisbahkan kepada beliau perkataan-perkataan dan pendapat-pendapat yang beliau sendiri telah berlepas diri dari hal tersebut dan rujuk kepada keyakinan Ulama Salaf Ahlus Sunnah .
[2] Ada pendapat yang masyhur dan benar tentang مُتَوَفِّيْكَ ; Yang pertama bermakna قَابِضُكَ (mengambilmu) dan kedua bermakna مُنِيْمُكَ(menidurkanmu).
[sumber: Majalah An-Nashihah edisi I rubrik Aqidah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar